Kita semua tahu bahwa kurikulum pendidikan di Indonesia beberapa kali mengalami perubahan, mulai Kurikulum 1968, Kurikulum 1975, Kurikulum 1984, Kurikulum 1994, Kurikulum 2004 dan Kurikulum 2006 yang dikenal dengan istilah KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan). Namun demikian semua Kurikulum yang pernah diberlakukan belum mampu mengantarkan Indonesia menjadi negara maju, sehingga sampai sekarang melekat status negara berkembang buat Negara Indonesia sampai batas waktu yang belum bias ditentukan.
Menurut harian Kompas tanggal 3 Maret 2011 Indeks pembangunan pendidikan untuk semua atau education for all di Indonesia menurun. Jika tahun lalu Indonesia berada di peringkat ke-65, tahun ini merosot di peringkat ke-69. Berdasarkan data dalam Education For All (EFA) Global Monitoring Report 2011: Di Balik Krisis: Konflik Militer dan Pendidikan yang dikeluarkan Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) yang diluncurkan di New York, Amerika Serikat, Senin (1/3) waktu setempat, indeks pembangunan pendidikan (education development index/EDI) menurut data tahun 2008 adalah 0,934. Nilai ini menempatkan Indonesia di posisi ke-69 dari 127 negara di dunia. Indonesia masih tertinggal dari Brunei yang berada di peringkat ke-34 yang masuk kelompok pencapaian tinggi bersama Jepang yang mencapai posisi nomor satu di dunia. Sementara Malaysia berada di peringkat ke-65. Posisi Indonesia jauh lebih baik dari Filipina (85), Kamboja (102), India (107), dan Laos (109). EDI dikatakan tinggi jika mencapai 0,95-1. Kategori medium di atas 0,80, sedangkan kategori rendah di bawah 0,80
Timbul sebuah pertanyaan, Selain perubahan Kurikulum Pendidikan, PR apa yang perlu dikaji pemerintah agar Pendidikan di Indonesia bisa bersaing dengan negara maju? Ibarat sebuah kendaraan maka kurikulum harus dijalankan oleh seorang sopir yang professional yaitu guru yang berinteraksi langsung dengan siswa. Sebaik apapun kendaraan yang disediakan, kalau sopir yang menjalankan tidak professional maka kendaraan tersebut kurang nyaman untuk sebuah perjalanan, sebaliknya walaupun kendaraan sedikit kuno, namun karena yang menjalankan professional maka kendaraan akan nyaman digunakan dalam perjalanan.
Sering kita mendengar siswa stress sampai kadang sakit karena hari esok akan menerima pelajaran matematika dari seorang guru yang galak, siswa tidak paham materi yang diajar guru dan diam saja, karena takut dimarahi bila bertanya, dan lain sebagainya. Intinya banyak guru yang tidak diharapkan kedatangannya didalam kelas oleh siswa karena “karakter guru” yang tidak sesuai dengan kondisi siswa.
Karakter adalah sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang menjadi ciri khas seseorang atau sekelompok orang. Definisi dari “The stamp of individually or group impressed by nature, education or habit”. Kita sebagai manusia dan seorang guru memang sudah diberi oleh Alloh SWT dengan karakter masing-masing yang memang satu dengan yang lainnya berbeda. Namun tujuan perbedaan itu bukan dijadikan sebagai alasan untuk timbulnya konflik. Justru perbedaan tersebut untuk melengkapi satu dengan yang lain agar seimbang. Sehingga apa yang menjadi karakter manusia itu bisa memunculkan suatu budi daya yang berupa tata krama atau sopan santun yang dapat membuat sejuk dan kondusif dalam proses pembelajaran.
Hasil penelitian dari Edward Sheffield tentang karakteristik dari guru yang efektif yang sering disebut dengan Characteristics of Effective Teachers Most Often Mentioned (Edward Sheffield, Teaching in the Universities-- No One Way, 1974):
1. Menguasai bahan yang diajar dan memiliki kompetensi.
2. Pengajaran dipersiapkan dengan baik dan memiliki organisasi pengajaran secara teratur.
3. Pelajaran harus dihubungkan dengan hal praktis dalam kehidupan sehari-hari.
4. Mendorong murid bertanya dan memberikan opini.
5. Antusias tentang subyek yang diajar.
6. Dapat didekati murid (approachable), bersahabat, terbuka (available).
7. Peduli kepada kemajuan siswa.
8. Memiliki sifat humoris
9. Hangat, baik, simpati.
10.Menggunakan alat-alat atau media secara efektif.
Kalau kita mau jujur, banyak guru di Indonesia yang jauh dari karakteristik guru yang efektif di atas, ada guru yang hanya sekedar mengajar tanpa peduli siswa paham atau tidak, ada guru yang mengajar dengan pendekatan otoriter sehingga siswa ketakutan selama proses pembelajaran, ada guru yang mengajar tanpa humor sama sekali, bahkan ada guru yang mengajar dengan konsep yang salah karena kurang menguasai materi. Bagaimana siswa mau menguasai mater kalau dari dalam otak siswa timbul gaya penolakan yang disebabkan ketidaksukaannya terhadap karakter guru yang mengajar? Padahal diawali rasa suka itulah siswa akan mampu menyerap materi secara maksimal dari apa yang disampaikan guru. Ada benarnya perkataan seorang pakar pendidikan bahwa : Bila para siswa SD sampai SMA prestasi belajarnya jelek, maka 75% yang harus disalahkan gurunya dan 25% kesalahan siswa itu sendiri, sebaliknya bila seorang mahasiswa prestasinya jelek maka 75% yang salah adalah mahasiswa itu sendiri dan 25% kesalahan dosennya.
Tidak ada salahnya kalau kita mau menengok sedikit ke belakang, mengapa siswa kita akhir-akhir ini lebih semangat belajar di Lembaga Bimbingan Belajar daripada belajar di sekolah? Sudah bisa ditebak karena situasi di Bimbingan Belajar jauh lebih menyenangkan “versi siswa” dibanding belajar di sekolah. Beberapa hal yang membuat siswa betah di sebuah Lembaga Bimbingan Belajar antara lain :
1. Yang memberi hak mengajar guru adalah siswa itu sendiri, artinya siswa boleh minta ganti guru bila tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Secara berkala siswa diberi angket untuk menilai guru pembimbingnya selama proses pembelajaran tanpa tekanan psikologis, sehingga siswa akan menilai dengan sejujurnya.
2. Ada kedekatan emosional antara guru dengan siswa sehingga siswa merasa nyaman, tanpa ada rasa takut untuk bertanya, konsultasi dan lain sebagainya. Tidak ada guru di bimbingan belajar yang kiler, sadis, memaksakan kehendak dan suka marah.
3. Guru pembimbing selalu dituntut upgrade keilmuannya, karena siswa yang berasal dari beberapa sekolah dan berbeda watak diberi kebebasan untuk bertanya terhadap materi pelajaran yang belum ia kuasai. .
4. Antar pengajar yang serumpun selalu terjadi kompetisi yang sehat, karena siswa diberi kebebasan untuk memilih pengajar yang mana yang ia sukai.
5. Suasana pembelajaran akan selalu segar, karena humoris adalah tuntutan yang harus dimiliki seorang mengajar di sebuah lembaga bimbingan belajar.
Dari fakta-fakta di atas, jelas bahwa “karakter guru” sangat berpengaruh besar terhadap keberhasilan belajar siswa di tingkat pendidikan dasar dan menengah. Karena karakter guru sangat berpengaruh terhadap rasa suka atau tidak suka terhadap pelajaran yang diampunya. Padahal rasa suka sangat diperlukan untuk modal awal keberhasilan dalam belajar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar