Motto : Melangkah Pasti Meraih Prestasi

Kamis, 30 Juni 2011

PEMBERDAYAAN LINGKUNGAN SEBAGAI SOLUSI PEMBELAJARAN FISIKA TANPA LABORATORIUM

Letak geografis negara Indonesia sangat memungkinkan terjadinya kesenjangan fasilitas sekolah yang ada di perkotaan dengan sekolah di pedesaan bahkan daerah terpencil. Di satu sisi ada sekolah yang fasilitasnya lengkap sampai kepada pemanfaatan internet sebagai media pembelajaran, di sisi lain ada sekolah dimana laboratorium IPA saja tidak memilikinya. Ini merupakan sebuah tantangan bagi guru – guru fisika untuk dapat lebih mengoptimalkan seluruh potensi yang ada di sekolah dan sekitarnya sebagai sarana atau media pembelajaran dalam proses belajar mengajar. Ibarat peribahasa tidak ada rotan akarpun jadi, dalam arti keterbatasan alat laboratorium bukan berarti tidak ada kontekstual dalam pembelajaran fisika.
Fisika merupakan mata pelajaran yang berfungsi untuk memperluas wawasan pengetahuan tentang materi dan energi, meningkatkan ketrampilan ilmiah, menumbuhkan sikap ilmiah dan kesadaran / kepedulian pada produk teknologi melalui penerapan teori/prinsip fisika yang dikuasai sebelumnya, serta kesadaran pada kebebasan Tuhan Yang Maha Esa. Dalam sebuah buku karangan Bambang Tahan Sungkowo yang terbit di era tahun 90 – an, mengatakan bahwa Fisika adalah ilmu yang lahir dan dikembangkan lewat langkah – langkah observasi, perumusan masalah, penyusunan hipotesis, pengujian hipotesis lewat eksperimen, penarikan kesimpulan dan penemuan teori atau konsep. Pendapat ini lebih memperjelas pada kita bahwa penguasaan terhadap ilmu fisika akan dapat dicapai melalui langkah – langkah yang cukup panjang, tidak hanya membaca dan menulis saja

Disamping penyampaian materi pelajaran yang dapat menentukan berhasil tidaknya proses belajar mengajar fisika yang sedang berlangsung, maka ada faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik siswa (Sumadi Suryabrata, 1989 : 249).  Faktor intrinsik meliputi kondisi fisik, intelegensi, bakat, minat, sikap, motivasi dan persepsi terhadap bidang studi yang sedang dipelajari. Sedangkan faktor ekstrinsik meliputi seluruh alat yang dipakai dalam proses belajar mengajar seperti alat tulis menulis, buku pelajaran, alat peraga, tempat belajar serta situasi sekitar tempat belajar. Baik faktor intrinsik maupun ekstrinsik jika dikaji satu persatu jelas ada saling keterkaitan. Namun demikian faktor motivasi sangat kuat pengaruhnya terhadap keberhasilan belajar. Ibarat sebuah cita-cita, maka motivasi akan mendorong seseorang melakukan sesuatu untuk mencapai cita-cita tersebut
Berdasarkan fakta di atas, maka dalam belajar fisika harus didukung dengan praktikum/ pengamatan langsung agar siswa benar-benar mengalami pembelajaran sesuai dengan prinsip CTL ( Contextual Teaching and Learning ). Dengan harapan melalui pembelajaran kontekstual konsep fisika dapat tertanam baik dalam pikiran siswa. Laboratorium bukan satu-satunya sarana / tempat untuk praktikum, terutama bagi sekolah yang belum mempunyai laboratorium. Pemberdayaan lingkungan yang ada di sekitar kita dapat menjadi solusi pengganti laboratorium dalam proses pembelajaran Fisika di sekolah. Berikut beberapa contoh materi Fisika kalor yang dapat dipraktekan di rumah atau sekitar sekolah :
·         Rebus air sebanyak 1 liter sampai air mendidih. Ganti air menjadi 2 liter juga sampai mendidih. Lama mana merebus air 1 liter dan 2 liter sampai mendidih ? Jelaskan !
·         Ambil sebongkah es. Kemudian letakkan dalam panci. Kemudian letakkan di atas nyala api. Amati apa yang terjadi kalau es dalam panci di atas api terus menerus? Jelaskan !
·         Rebus air secukunya sampai mendidih. Kemudian masukkan sejumlah air dingin ke dalamnya. Apakah air tetap mendidih ? Jelaskan !
·         Ambil besi yang cukup panjang masukkan ujung salah satu besi ke dalam api. Tunggu beberapa saat, Apakah tanganmu yang memegang ujung besi lama kelamaan akan merasakan panas ? Jelaskan !
·         Bagi yang pernah ke pantai pada siang hari. Angin di pantai akan dirasakan dari darat ke laut atau dari laut ke darat ? Jelaskan !
·         Yang mempunyai lampu teplok di rumah, nyalakan lampu teplok. Tutup rapat – rapat corong bagian atas. Apa yang terjadi dengan nyala lamp tersebut ?
·         Nyalakan kayu bakar sehingga seperti api unggun. Bila kamu  di dekat nyala api, apakah badan terasa hangat ? Jelaskan !
·         Rebus air sampai mendidih. Masukkan besi yang cukup panjang dengan tangan kanan, dan kayu kering dengan tangan kiri. Tunggu beberapa saat. Mana tangan yang terasa panas ? Jelaskan !
Jemur dua pakaian basah yang ketebalannya relative sama di terik matahari, yang satu putih dan yang satu berwarna (kalau bisa hitam). Baju mana yang akan kering terlebih dahulu ? Jelaskan !
Read more..........

Minggu, 19 Juni 2011

PENTINGNYA PERANAN “KARAKTER GURU” PADA PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH

Kita semua tahu bahwa kurikulum pendidikan di Indonesia beberapa kali mengalami perubahan, mulai Kurikulum 1968, Kurikulum 1975, Kurikulum 1984, Kurikulum 1994, Kurikulum 2004 dan Kurikulum 2006 yang dikenal dengan istilah KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan). Namun demikian semua Kurikulum yang pernah diberlakukan belum mampu mengantarkan Indonesia menjadi negara maju, sehingga sampai sekarang melekat status negara berkembang buat Negara Indonesia sampai batas waktu yang belum bias ditentukan.
Menurut harian Kompas tanggal 3 Maret 2011 Indeks pembangunan pendidikan untuk semua atau education for all di Indonesia menurun. Jika tahun lalu Indonesia berada di peringkat ke-65, tahun ini merosot di peringkat ke-69. Berdasarkan data dalam Education For All (EFA) Global Monitoring Report 2011: Di Balik Krisis: Konflik Militer dan Pendidikan yang dikeluarkan Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) yang diluncurkan di New York, Amerika Serikat, Senin (1/3) waktu setempat, indeks pembangunan pendidikan (education development index/EDI) menurut data tahun 2008 adalah 0,934. Nilai ini menempatkan Indonesia di posisi ke-69 dari 127 negara di dunia. Indonesia masih tertinggal dari Brunei yang berada di peringkat ke-34 yang masuk kelompok pencapaian tinggi bersama Jepang yang mencapai posisi nomor satu di dunia. Sementara Malaysia berada di peringkat ke-65. Posisi Indonesia jauh lebih baik dari Filipina (85), Kamboja (102), India (107), dan Laos (109). EDI dikatakan tinggi jika mencapai 0,95-1. Kategori medium di atas 0,80, sedangkan kategori rendah di bawah 0,80


Timbul sebuah pertanyaan, Selain perubahan Kurikulum Pendidikan, PR apa yang perlu dikaji pemerintah agar Pendidikan di Indonesia bisa bersaing dengan negara maju? Ibarat sebuah kendaraan maka kurikulum harus dijalankan oleh seorang sopir yang professional yaitu guru yang berinteraksi langsung dengan siswa. Sebaik apapun kendaraan yang disediakan, kalau sopir yang menjalankan tidak professional maka kendaraan tersebut kurang nyaman untuk sebuah perjalanan, sebaliknya walaupun kendaraan sedikit kuno, namun karena yang menjalankan professional maka kendaraan akan nyaman digunakan dalam perjalanan.
Sering kita mendengar siswa stress sampai kadang sakit karena hari esok akan menerima pelajaran matematika dari seorang guru yang galak, siswa tidak paham materi yang diajar guru dan diam saja, karena takut dimarahi bila bertanya, dan lain sebagainya. Intinya banyak guru yang tidak diharapkan kedatangannya didalam kelas oleh siswa karena “karakter guru” yang tidak sesuai dengan kondisi siswa.
Karakter adalah sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang menjadi ciri khas seseorang atau sekelompok orang. Definisi dari “The stamp of individually or group impressed by nature, education or habit”. Kita sebagai manusia dan seorang guru memang sudah diberi oleh Alloh SWT dengan karakter masing-masing yang memang satu dengan yang lainnya berbeda. Namun tujuan perbedaan itu bukan dijadikan sebagai alasan untuk timbulnya konflik. Justru perbedaan tersebut untuk melengkapi satu dengan yang lain agar seimbang. Sehingga apa yang menjadi karakter manusia itu bisa memunculkan suatu budi daya yang berupa tata krama atau sopan santun yang dapat membuat sejuk dan kondusif dalam proses pembelajaran.
Hasil penelitian dari Edward Sheffield tentang karakteristik dari guru yang efektif yang sering disebut dengan Characteristics of Effective Teachers Most Often Mentioned (Edward Sheffield, Teaching in the Universities-- No One Way, 1974):
1. Menguasai bahan yang diajar dan memiliki kompetensi.
2. Pengajaran dipersiapkan dengan baik dan memiliki organisasi pengajaran secara teratur.
3. Pelajaran harus dihubungkan dengan hal praktis dalam kehidupan sehari-hari.
4. Mendorong murid bertanya dan memberikan opini.
5. Antusias tentang subyek yang diajar.
6. Dapat didekati murid (approachable), bersahabat, terbuka (available).
7. Peduli kepada kemajuan siswa.
8. Memiliki sifat humoris
9. Hangat, baik, simpati.
10.Menggunakan alat-alat atau media secara efektif.
Kalau kita mau jujur, banyak guru di Indonesia yang jauh dari karakteristik guru yang efektif di atas, ada guru yang hanya sekedar mengajar tanpa peduli siswa paham atau tidak, ada guru yang mengajar dengan pendekatan otoriter sehingga siswa ketakutan selama proses pembelajaran, ada guru yang mengajar tanpa humor sama sekali, bahkan ada guru yang mengajar dengan konsep yang salah karena kurang menguasai materi. Bagaimana siswa mau menguasai mater kalau dari dalam otak siswa timbul gaya penolakan yang disebabkan ketidaksukaannya terhadap karakter guru yang mengajar? Padahal diawali rasa suka itulah siswa akan mampu menyerap materi secara maksimal dari apa yang disampaikan guru. Ada benarnya perkataan seorang pakar pendidikan bahwa : Bila para siswa SD sampai SMA prestasi belajarnya jelek, maka 75% yang harus disalahkan gurunya dan 25% kesalahan siswa itu sendiri, sebaliknya bila seorang mahasiswa prestasinya jelek maka 75% yang salah adalah mahasiswa itu sendiri dan 25% kesalahan dosennya.
Tidak ada salahnya kalau kita mau menengok sedikit ke belakang, mengapa siswa kita akhir-akhir ini lebih semangat belajar di Lembaga Bimbingan Belajar daripada belajar di sekolah? Sudah bisa ditebak karena situasi di Bimbingan Belajar jauh lebih menyenangkan “versi siswa” dibanding belajar di sekolah. Beberapa hal yang membuat siswa betah di sebuah Lembaga Bimbingan Belajar antara lain :
1. Yang memberi hak mengajar guru adalah siswa itu sendiri, artinya siswa boleh minta ganti guru bila tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Secara berkala siswa diberi angket untuk menilai guru pembimbingnya selama proses pembelajaran tanpa tekanan psikologis, sehingga siswa akan menilai dengan sejujurnya.
2. Ada kedekatan emosional antara guru dengan siswa sehingga siswa merasa nyaman, tanpa ada rasa takut untuk bertanya, konsultasi dan lain sebagainya. Tidak ada guru di bimbingan belajar yang kiler, sadis, memaksakan kehendak dan suka marah.
3. Guru pembimbing selalu dituntut upgrade keilmuannya, karena siswa yang berasal dari beberapa sekolah dan berbeda watak diberi kebebasan untuk bertanya terhadap materi pelajaran yang belum ia kuasai. .
4. Antar pengajar yang serumpun selalu terjadi kompetisi yang sehat, karena siswa diberi kebebasan untuk memilih pengajar yang mana yang ia sukai.
5. Suasana pembelajaran akan selalu segar, karena humoris adalah tuntutan yang harus dimiliki seorang mengajar di sebuah lembaga bimbingan belajar.
Dari fakta-fakta di atas, jelas bahwa “karakter guru” sangat berpengaruh besar terhadap keberhasilan belajar siswa di tingkat pendidikan dasar dan menengah. Karena karakter guru sangat berpengaruh terhadap rasa suka atau tidak suka terhadap pelajaran yang diampunya. Padahal rasa suka sangat diperlukan untuk modal awal keberhasilan dalam belajar.
Read more..........